Rabu, 08 Juni 2016

Contoh Review Jurnal Psikologi



RINGKASAN JURNAL

Sudah takdir jika manusia itu tidak dapat hidup sendiri. Karena itu manusia membutuhkan cara untuk dapat berhubungan dengan manusia lainnya. Ketika bayi, cara kita berhubungan dengan orang lain adalah bentuk non verbal seperti diam, menangis, tertawa, dll. Kemudian ia mulai belajar untuk berbicara dengan bahasa yang masih sederhana. Ketika sekolah, ia akan mulai menggunakan bahasa yang kompleks. Dalam berkomunikasi, bahasa dan makna harus samaoleh orang yang menerimanya.
Namun pada kenyataannya, bahasa tidak cukup untuk berkomunikasi, mereka menggunakan perilaku non verbal seperti ekspresi, gerakan tubuh untuk menekankan maksud pembicaraannya. Karena itu komunikasi non verbal digunakan orang untuk memperjelas makna ungkapannya. Emosi kita dapat terungkap melalui perilaku non verbal kita. Konseling adalah hubungan antar manusia. Dalam konseling ada komunikasi verbal dan non verbal. Namun, komunikasi verbal lah yang utama. Menggunakan bahasa yang baik dan benar sangat mendukung kelangsungan konseling. Konselor harus dapat menyelaraskan diri agar klien merasa dimengerti. Emosi harus digali dan diekspersikan selama proses konseling.
Emosi dasar manusia dapat terlihat dari ekspresi wajahnya. Gerak tangan dan tubuh seseorang adalah penyesuaian emosi yang dirasakan individu. Kesesuaian gerakan tubuh dan ekspresi wajah memudahkan seseorang untuk mengartikan apa yang dirasakan individu yang diajak bicara. Gerakan tubuh ini disebut juga gestur, yang berhubungan dengan percakapan. Gestur digunaka untuk interaksi antar manusia. Misalnya menggerakkan tangan untuk mempersihlahkan orang lain bicara.
Komunikasi non verbal sangat mempengarhui hubungan klinisi dan pasien. Bagaimana ia berekspresi, suaranya, gerturnya akan menimbulkan rasa suka atau tidak suka pada pasien. Klinisi harus menyertai perilaku dalam ucapannya saat berbicara pada pasien. Isyarat lainnya adalah suara dapat menggambarkan emosi yang dirasakan individu. Ada sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa ada kesamaan dan keunikan masyarakat dalam mengartikan komunikasi non verbal. Laki – laki dan perempuan sama saja dalam mengartikan emosi. Namun laki – laki lebih mampu mengartikan gerakan laki – laki, dan perempuan lebih mampu mengartikan gerakan perempuan. Dalam ekspresi malu, perempuan profesional lebih mampu melihatnya dibandingkan laki – laki profesional. Non profesional lebih banyak berdiamn diri, sehingga ia kurang mampu mengenali komunikasi non verbal. Ekspresi positif lebih dapat diterima daripada ekspresi negatif dalam interaksi masyarakat. Ekspresi emosional universal sifatnya, khususnya untuk senang dan marah. Emosi takut dan sedih lebih khusus. Masalah yang sering muncul adalah pengungkapan yang hampir sama antara gerak tegang dan kaku, kendor, dan lemas. Hubungan antara ekspresi wajah dan gerakan tubuh dan tangan inilah yang menjadi fokus penelitian. Tujuan penulisan ini adalah untuk membahsa kesesuaian antara gerak tangan dan tubuh dengan ekspresi wajah. Alat pengungkap emosi dasar manusia adalah foto ekspresi wajah.
METODE
·         Subjek : Siswa SMTP dan SMTA di Yoygakarta yang tertarik dan bersedia untuk berpartisipasi. Umurnya natra 15 s.d. 17 tahun sebanyak 40 laki – laki dan perempuan.
·         Cara penelitian : Penelitian ini adalah pengembangan sebelumnya. Dalam penelitian ini, emosi yang diekspresikan hanya marah, takut, sedih, dan senang. Gerakan tubuh dan tangan adalah tegang, kaku, kendor, dan lemas. Alat adalah foto ekspresi wajah tiga model wanita dan tiga model pria yang digunakan untuk penelitian Prawitasari dan Martani (1993). Ada 24 ekspresii wajah dan 24 gerakan tubuh serta tangan. Waktu yang dibutuhkan kurang dari satu jam bila tiap foto disajikan selama satu menit. Lembar jawaban disediakan. Penelitian ini dilakukan bulan juni 1993 di Fakultas Psikologi UGM.
Analisis Hasil
Kesesuaian antara ekspresi emosi dengan gerakan tubuh dan tangan dianalisis dengan analisis frekuensi.
HASIL
Hasil analisis frekuensi antara emosi dan gerak adalah dari 240 observasi, hanya 72 kali responden yang memilih kesesuaian emosi senang dengan gerrak kendor. Untuk emosi sedih dan lemas hanya 76 kali. Hal ini mungkin karena responden kurang dapat membedakan gerak kendor dan lemas. Mungkin akan lebih baik jika kedua sifat gerak ini dijadikan satu yaitu lemas. Demikian juga hanya 102 kali responden yang memlih kesuaian antara takut dan kaku. Kemudian 113 kali responden yang menghubungkan emosi marah dan tegang. Responden terlihat bingung membedakan antara kaku dan tegang. Namun dapat dikarenakan ketidaksesuaian antara tangan yang satu dengan tangan yang lain. Bisa saja tangan yang kiri mengepal dan tangan yang kanan melepas.
DISKUSI
            Secara umum kesesuaian emosi dengan gerakan tubuh sulit untuk dipastikan karena variasinya sangat beragam. Gerakan dan gestur juga sangat ditentukan dengan latar belakang sosial budaya individu. Mengartikan suatu gerakan tanpa melihat ekspresi wajah juga sulit untuk dilakukan. Kata yang dipilih orang untuk menggambarkan gerakan yang sama juga berbeda – beda. Namun ekspresi wajah dapat dibuat lain dengan emosi sebenarnya, namun gerakan tubuh menunjukkan keadaan sebenarnya. Karena itu konselor harus memerhatikan gerakan tubuh dan tangan klien, tidak hanya ekspresi wajahnya saja. Konselor perlu berlatih utnuk menggunakan ekspresi wajahnya, suaranya, gesturnya, supaya menimbulkan rasa suka pada pasien. Keberhasilan konseling tergantung seberapa mampukah konselor menggabungkan kata – katanya dengan gesturnya. Saat konseling, selain memerhatikan emosi dan gerakan tubuh, konselor juga harus memerhatikan suara sebagai isyarat non verbal.
KESIMPULAN DAN SARAN
            Penelitian ini menyimpulkan bahwa hanya sedikit kesesuaian antara gerakan tubuh dan ekspresi emosi. Emosi marah tidak selalu gerakan tegang, takut tidak selalu kaku, sedih tidak selalu lemas, dan senang tidak selalu  kendor. Hal ini dikarenakan responden kurang mampu mengartikan gerakan – gerakan tersebut. Seseorang pasti lebih akan memerhatikan ekspresi wajah dibandingkan gerakan tubuh. Namun untuk konselor, memerhatikan gerakan tubuh dan tangan dapat membantu kita dalam mengerti keadaan klien. Keterampilan ini diperlukan oleh konselor. Disarankan untuk memperbaiki desain penelitian dengan menggunakan kata sifat untuk gerakan yang lebih tepat seperti kuat dan lemah, bukan kendor, lemas, kaku, dan tegang.
Kritik Jurnal
JUDUL
“Apakah Gerak Tangan dan Tubuh Selaras dengan Ungkapan Emosi yang Terlihat di Wajah”
PENULIS
Johana E. Prawitasari (Universitas Gajah Mada)
SUMBER
JURNAL PSIKOLOGI 1998, NO. 1, 10-21
Untuk penulisan judul jurnal, kesan yang didapat pembaca adalah kaitan emosi dengan gerakan tubuh, tetapi isi jurnal ini lebih membahas kepada bagaimana seseorang konselor harus mampu memerhatikan antara ekspresi wajah dengan gerakan tubuh dan tangan. Penulis sebaiknya memberikan judul yang lebih sesuai dengan isi, seperti judul “Kaitan Emosi dan Gerakan Tubuh Klien saat Proses Konseling”. Selain itu seharusnya penulisan judul dengan ukuran 14.
Pada bagian abstrak, disini terdapat kebingungan dikarenakan abstrak yang ditulis dengan bahasa Indonesia dibuat paragraf yang seharusnya itu adalah bagian pendahuluan. Jadi pada bagian awal, abstrak bahasa Indonesia dijadikan satu dengan bagian pendahuluan yang didalamnya terdapat tinjauan pustaka. Selain itu penulisan kata kunci yang berbahasa Indonesia tidak perlu dicetak miring. Pada bagian tabel, akan lebih baik jika garis vertikal tidak ada dan garis horisontal hanya tiga saja.
Dalam jurnal ini kurang jelas dimana letak latar belakang dan landasan teori. Idealnya sebuah penelitian harus mempunyai landasan teori karena landasan teori tersebut merupakan penguatan dari statemen dari penulis. Dalam penelitian ini tidak ada informasi yang jelas mengenai tujuan yang akan dibahas apakah penelitian ini masuk dalam penelitian replikasi atau bukan. Penggambaran karakteristik pesampelan dalam penelitian ini terjelaskan secara jelas sehingga pembaca memahami karakter pesampelan.
Dalam jurnal ini, banyak teori yang disampaikan berulang kali, ada yang dua sampai tiga kali. Hal ini membuat tulisan jurnal seperti bertele – tele. Sebaiknya penulis tidak mengulang suatu paragraf yang memiliki pengertian dan inti yang sama. Selain itu pada bagian diskusi, diakhir bagian ini penulis telah menyampaikan sebuah kesimpulan. Padahal seharusnya bagian itu adanya di kesimpulan. Sehingga pada bagian kesimpulan dan saran, pembaca merasa bahwa penulis mengulang lagi apa yang ada dibagian diskusi. Dan sebaiknya adalah diusahakan agar banyak halaman pada jurnal adalah genap, namun pada jurnal ini halamannya ganjil yaitu 11 halaman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar