RINGKASAN JURNAL
Sudah
takdir jika manusia itu tidak dapat hidup sendiri. Karena itu manusia
membutuhkan cara untuk dapat berhubungan dengan manusia lainnya. Ketika bayi,
cara kita berhubungan dengan orang lain adalah bentuk non verbal seperti diam,
menangis, tertawa, dll. Kemudian ia mulai belajar untuk berbicara dengan bahasa
yang masih sederhana. Ketika sekolah, ia akan mulai menggunakan bahasa yang
kompleks. Dalam berkomunikasi, bahasa dan makna harus samaoleh orang yang
menerimanya.
Namun
pada kenyataannya, bahasa tidak cukup untuk berkomunikasi, mereka menggunakan
perilaku non verbal seperti ekspresi, gerakan tubuh untuk menekankan maksud
pembicaraannya. Karena itu komunikasi non verbal digunakan orang untuk
memperjelas makna ungkapannya. Emosi kita dapat terungkap melalui perilaku non
verbal kita. Konseling adalah hubungan antar manusia. Dalam konseling ada
komunikasi verbal dan non verbal. Namun, komunikasi verbal lah yang utama.
Menggunakan bahasa yang baik dan benar sangat mendukung kelangsungan konseling.
Konselor harus dapat menyelaraskan diri agar klien merasa dimengerti. Emosi
harus digali dan diekspersikan selama proses konseling.
Emosi
dasar manusia dapat terlihat dari ekspresi wajahnya. Gerak tangan dan tubuh
seseorang adalah penyesuaian emosi yang dirasakan individu. Kesesuaian gerakan
tubuh dan ekspresi wajah memudahkan seseorang untuk mengartikan apa yang
dirasakan individu yang diajak bicara. Gerakan tubuh ini disebut juga gestur,
yang berhubungan dengan percakapan. Gestur digunaka untuk interaksi antar manusia.
Misalnya menggerakkan tangan untuk mempersihlahkan orang lain bicara.
Komunikasi
non verbal sangat mempengarhui hubungan klinisi dan pasien. Bagaimana ia
berekspresi, suaranya, gerturnya akan menimbulkan rasa suka atau tidak suka
pada pasien. Klinisi harus menyertai perilaku dalam ucapannya saat berbicara
pada pasien. Isyarat lainnya adalah suara dapat menggambarkan emosi yang
dirasakan individu. Ada sebuah penelitian yang mengungkapkan bahwa ada kesamaan
dan keunikan masyarakat dalam mengartikan komunikasi non verbal. Laki – laki
dan perempuan sama saja dalam mengartikan emosi. Namun laki – laki lebih mampu
mengartikan gerakan laki – laki, dan perempuan lebih mampu mengartikan gerakan
perempuan. Dalam ekspresi malu, perempuan profesional lebih mampu melihatnya
dibandingkan laki – laki profesional. Non profesional lebih banyak berdiamn
diri, sehingga ia kurang mampu mengenali komunikasi non verbal. Ekspresi
positif lebih dapat diterima daripada ekspresi negatif dalam interaksi
masyarakat. Ekspresi emosional universal sifatnya, khususnya untuk senang dan
marah. Emosi takut dan sedih lebih khusus. Masalah yang sering muncul adalah
pengungkapan yang hampir sama antara gerak tegang dan kaku, kendor, dan lemas.
Hubungan antara ekspresi wajah dan gerakan tubuh dan tangan inilah yang menjadi
fokus penelitian. Tujuan penulisan ini adalah untuk membahsa kesesuaian antara
gerak tangan dan tubuh dengan ekspresi wajah. Alat pengungkap emosi dasar
manusia adalah foto ekspresi wajah.
METODE
·
Subjek : Siswa SMTP dan SMTA di
Yoygakarta yang tertarik dan bersedia untuk berpartisipasi. Umurnya natra 15
s.d. 17 tahun sebanyak 40 laki – laki dan perempuan.
·
Cara penelitian : Penelitian ini adalah
pengembangan sebelumnya. Dalam penelitian ini, emosi yang diekspresikan hanya
marah, takut, sedih, dan senang. Gerakan tubuh dan tangan adalah tegang, kaku,
kendor, dan lemas. Alat adalah foto ekspresi wajah tiga model wanita dan tiga
model pria yang digunakan untuk penelitian Prawitasari dan Martani (1993). Ada
24 ekspresii wajah dan 24 gerakan tubuh serta tangan. Waktu yang dibutuhkan
kurang dari satu jam bila tiap foto disajikan selama satu menit. Lembar jawaban
disediakan. Penelitian ini dilakukan bulan juni 1993 di Fakultas Psikologi UGM.
Analisis Hasil
Kesesuaian
antara ekspresi emosi dengan gerakan tubuh dan tangan dianalisis dengan
analisis frekuensi.
HASIL
Hasil
analisis frekuensi antara emosi dan gerak adalah dari 240 observasi, hanya 72
kali responden yang memilih kesesuaian emosi senang dengan gerrak kendor. Untuk
emosi sedih dan lemas hanya 76 kali. Hal ini mungkin karena responden kurang
dapat membedakan gerak kendor dan lemas. Mungkin akan lebih baik jika kedua
sifat gerak ini dijadikan satu yaitu lemas. Demikian juga hanya 102 kali
responden yang memlih kesuaian antara takut dan kaku. Kemudian 113 kali
responden yang menghubungkan emosi marah dan tegang. Responden terlihat bingung
membedakan antara kaku dan tegang. Namun dapat dikarenakan ketidaksesuaian
antara tangan yang satu dengan tangan yang lain. Bisa saja tangan yang kiri
mengepal dan tangan yang kanan melepas.
DISKUSI
Secara umum kesesuaian emosi dengan
gerakan tubuh sulit untuk dipastikan karena variasinya sangat beragam. Gerakan
dan gestur juga sangat ditentukan dengan latar belakang sosial budaya individu.
Mengartikan suatu gerakan tanpa melihat ekspresi wajah juga sulit untuk
dilakukan. Kata yang dipilih orang untuk menggambarkan gerakan yang sama juga
berbeda – beda. Namun ekspresi wajah dapat dibuat lain dengan emosi sebenarnya,
namun gerakan tubuh menunjukkan keadaan sebenarnya. Karena itu konselor harus
memerhatikan gerakan tubuh dan tangan klien, tidak hanya ekspresi wajahnya
saja. Konselor perlu berlatih utnuk menggunakan ekspresi wajahnya, suaranya,
gesturnya, supaya menimbulkan rasa suka pada pasien. Keberhasilan konseling
tergantung seberapa mampukah konselor menggabungkan kata – katanya dengan
gesturnya. Saat konseling, selain memerhatikan emosi dan gerakan tubuh,
konselor juga harus memerhatikan suara sebagai isyarat non verbal.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa
hanya sedikit kesesuaian antara gerakan tubuh dan ekspresi emosi. Emosi marah
tidak selalu gerakan tegang, takut tidak selalu kaku, sedih tidak selalu lemas,
dan senang tidak selalu kendor. Hal ini
dikarenakan responden kurang mampu mengartikan gerakan – gerakan tersebut.
Seseorang pasti lebih akan memerhatikan ekspresi wajah dibandingkan gerakan
tubuh. Namun untuk konselor, memerhatikan gerakan tubuh dan tangan dapat
membantu kita dalam mengerti keadaan klien. Keterampilan ini diperlukan oleh
konselor. Disarankan untuk memperbaiki desain penelitian dengan menggunakan
kata sifat untuk gerakan yang lebih tepat seperti kuat dan lemah, bukan kendor,
lemas, kaku, dan tegang.
Kritik Jurnal
JUDUL
“Apakah
Gerak Tangan dan Tubuh Selaras dengan Ungkapan Emosi yang Terlihat di Wajah”
PENULIS
Johana
E. Prawitasari (Universitas Gajah Mada)
SUMBER
JURNAL
PSIKOLOGI 1998, NO. 1, 10-21
Untuk
penulisan judul jurnal, kesan yang didapat pembaca adalah kaitan emosi dengan
gerakan tubuh, tetapi isi jurnal ini lebih membahas kepada bagaimana seseorang
konselor harus mampu memerhatikan antara ekspresi wajah dengan gerakan tubuh
dan tangan. Penulis sebaiknya memberikan judul yang lebih sesuai dengan isi,
seperti judul “Kaitan Emosi dan Gerakan Tubuh Klien saat Proses Konseling”.
Selain itu seharusnya penulisan judul dengan ukuran 14.
Pada
bagian abstrak, disini terdapat kebingungan dikarenakan abstrak yang ditulis
dengan bahasa Indonesia dibuat paragraf yang seharusnya itu adalah bagian
pendahuluan. Jadi pada bagian awal, abstrak bahasa Indonesia dijadikan satu
dengan bagian pendahuluan yang didalamnya terdapat tinjauan pustaka. Selain itu
penulisan kata kunci yang berbahasa Indonesia tidak perlu dicetak miring. Pada
bagian tabel, akan lebih baik jika garis vertikal tidak ada dan garis
horisontal hanya tiga saja.
Dalam
jurnal ini kurang jelas dimana letak latar belakang dan landasan teori. Idealnya
sebuah penelitian harus mempunyai landasan teori karena landasan teori tersebut
merupakan penguatan dari statemen dari penulis. Dalam penelitian ini tidak ada
informasi yang jelas mengenai tujuan yang akan dibahas apakah penelitian ini
masuk dalam penelitian replikasi atau bukan. Penggambaran karakteristik
pesampelan dalam penelitian ini terjelaskan secara jelas sehingga pembaca
memahami karakter pesampelan.
Dalam
jurnal ini, banyak teori yang disampaikan berulang kali, ada yang dua sampai
tiga kali. Hal ini membuat tulisan jurnal seperti bertele – tele. Sebaiknya
penulis tidak mengulang suatu paragraf yang memiliki pengertian dan inti yang
sama. Selain itu pada bagian diskusi, diakhir bagian ini penulis telah
menyampaikan sebuah kesimpulan. Padahal seharusnya bagian itu adanya di
kesimpulan. Sehingga pada bagian kesimpulan dan saran, pembaca merasa bahwa penulis
mengulang lagi apa yang ada dibagian diskusi. Dan sebaiknya adalah diusahakan
agar banyak halaman pada jurnal adalah genap, namun pada jurnal ini halamannya
ganjil yaitu 11 halaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar